- welcome -

Rabu, 11 Mei 2011

TUHAN

Kata Tuhan merujuk kepada suatu zat abadi dan supranatural, biasanya dikatakan mengawasi dan memerintah manusia dan alam semesta atau jagat raya. Hal ini bisa juga digunakan untuk merujuk kepada beberapa konsep-konsep yang mirip dengan ini misalkan sebuah bentuk energi atau kesadaran yang merasuki seluruh alam semesta, di mana keberadaan-Nya membuat alam semesta ada; sumber segala yang ada; kebajikan yang terbaik dan tertinggi dalam semua makhluk hidup; atau apapun yang tak bisa dimengerti atau dijelaskan.

Secara filsafat, prestasi dalam pencarian Tuhan biasanya berujung pada penemuan eksistensi Tuhan saja, dan tidak sampai pada substansi tentang Tuhan. Dalam istilah filsafat eksistensi Tuhan itu dikenal sebagai absolut, berbeda (distinct) dan unik. Absolut artinya keberadaannya mutlak bukannya relatif. Hal ini dapat dipahami, bahwa pernyataan semua kebenaran itu relatif itu tidak benar. Kalau semua itu relatif, bagaimana kita bisa mengetahui bahwa sesuatu itu relatif. Padahal yang relatif itu menjadi satu-satunya eksistensi realitas. Ibarat warna yang ada di seluruh jagat ini hanya putih, bagaimana kita bisa tahu putih padahal tidak ada pembanding selain putih. Dengan demikian tidak bisa disangkal adanya kebenaran itu relatif, dan secara konsisten tidak bisa disangkal pula adanya kebenaran mutlak itu. Dengan kemutlakannya, ia tidak akan ada yang menyamai atau diperbandingkan dengan yang lain (distinct). Kalau Tuhan dapat diperbandingkan tentu tidak mutlak lagi atau menjadi relatif. Karena tidak dapat diperbandingkan maka tuhan bersifat unik, dan hanya ada dia satu-satunya. Kalau ada yang lain, berarti dia tidak lagi mutlak.

Dalam gagasan Nietzsche, istilah "Tuhan" juga merujuk pada segala sesuatu yang dianggap mutlak kebenarannya. Sedangkan Nietzsche berpendapat tiada "Kebenaran Mutlak"; yang ada hanyalah "Kesalahan yang tak-terbantahkan". Karenanya, dia berkata, "Tuhan telah mati". "Kesalahan yang tak-terbantahkan" dengan "Kebenaran yang-tak terbantahkan" tidaklah memiliki perbedaan yang signifikan. Sekiranya pemikiran Nietszhe ini dimanfaatkan untuk melanjutkan proses pencairan Tuhan, maka Tuhan itu suatu eksistensi yang tak terbantahkan. Dengan demikian eksistensi absolut, mutlak dan tak terbantahkan itu sama saja. Jadi, persoalan umat manusia dalam proses pencairan Tuhan tiada lain proses penentuan peletakan dirinya kepada (segala) sesuatu yang diterimanya sebagai 'tak terbantahkan', atau mutlak, atau absolut. Muhammad 'Imaduddin 'Abdulrahim Ph.D mendefinisikan Tuhan sebagai segala sesuatu yang dianggap penting dan dipentingkan sehingga dirinya rela didominirnya (Buku:Kuliah Tauhid).

Dengan kemutlakannya, Tuhan tentunya tidak terikat oleh tempat dan waktu. Baginya tidak dipengaruhi yang dulu atau yang akan datang. Tuhan tidak memerlukan tempat, sehingga pertanyaan tentang dimana Tuhan hanya akan membatasi kekuasaannya. Maka baginya tidak ada kapan lahir atau kapan mati.

Manusia dalam mencari Tuhan dengan bekal kemampuan penggunaan akalnya dapat mencapai tingkat eksistensinya. Kemungkinan sejauh ini, kemutlakan Tuhan menyebabkan manusia yang relatif itu tidak dapat menjangkau substansi Tuhan. Dengan demikian informasi tentang substansi Tuhan itu apa, tentunya berasal dari Sang Mutlak atau Tuhan itu sendiri.

Di dunia ini banyak agama yang mengklaim sebagai pembawa pesan Tuhan. Bahkan ada agama yang dibuat manusia (yang relatif) termasuk pembuatan substansi Tuhan itu tentu. Karena banyaknya nama dan ajaran agama yang bervariasi tidak mungkin semuanya benar. Kalau substansi mutlak ini bervariasi, maka hal itu bertentangan dengan eksistensinya yang unik. Untuk menemukan informasi tentang substansi yang mutlak, yang unik dan yang distinct itu dapat menggunakan uji autentistas sumber informasinya. Terutama terkait dengan informasi Tuhan dalam memperkenalkan dirinya kepada manusia apakah mencerminkan eksistensinya itu.


Paham-paham ketuhanan

Sungguhpun eksistensi Tuhan dipahami mutlak adanya, tetapi setiap orang mempunyai keyakinan yang berbeda mengenai penjelasan tentang Tuhan sehingga pro-kontra tentang Tuhan dapat dibedakan sebagai berikut :

  • Teisme: Pemaham-paham yang meyakini adanya Tuhan
  • Agnostisisme: Paham-paham yang meragukan adanya Tuhan
  • Ateisme:Paham-paham yang menyangkal adanya Tuhan

Berikut paham-paham yang dapat dimasukkan ke salah satu dari kategori diatas, yaitu :

  • Panteisme [Monisme] Pertama kali dikenal 1705 oleh seorang pelaut inggris John Toland berarti "Tuhan adalah segalanya" dan "semuanya adalah Tuhan". Ini adalah ide hukum alam, keberadaan dan Semesta di representasikan dalam kaidah agama dengan sebutan Tuhan. Sehingga Tuhan dianggap menyatu dengan alam.
Panteisme, Pantheisme memandang setiap keragaman[multilasitas] sejatinya nampak sama sekali tidak dapat dipahamidan karena itu bersifat nyata. Ketidakterbatasan Tuhan bila Tuhan tak terbatas maka tak mungkin ada ruang kosong [semua berada dalam DiriNya].
  • Akosmisme menyangkal realitas dari semesta, dilihat sebagai ultimately illusory (maya), dengan hanya ketidakterbatasan unmanifest absolute sebagai kenyataan.
  • Dualisme sering dipergunakan bersamaan dengan setan yang muncul di dalam dunia nyata yang bersaing dengan diri dalam mencari kebenaran spiritual.
  • Gnostisisme adalah sebuah istilah untuk berbagai pencapaian tujuan utama dalam hidup. Hal ini juga kadang diasosiakan dengan adanya persaingan antara kegelapan dan cahaya.
    [http://id.wikipedia.org/wiki/Tuhan].

Tuhan adalah kekuatan tunggal atau jamak yang dipandang sebagai pencipta atau pengatur alam semesta. Dalam definisi ini maka tuhan berujud sebagai persona yang memiliki sifat-sifat yang sedikit banyak mirip dengan manusia. Dengan cara ini pula, hukum alam tidak dapat dipandang sebagai tuhan karena tidak memiliki kehendak sendiri.
Ateis bersikap skeptis untuk segala bentuk tuhan karena tidak adanya bukti keberadaan tuhan.
Berikut adalah daftar keberatan ateis yang menunjukkan kemustahilan beberapa sifat tuhan.

1. Tuhan yang Maha Adil

Hampir semua agama mengatakan kalau tuhan bersifat: “Lakukan ini, dan engkau akan menghadapi murka tuhan”. “Bertakwalah kepada tuhan, mintalah ampunan dan engkau akan selamat.” Adalah aneh kalau tuhan maha kuasa ingin dan membutuhkan pernyataan demikian dari ciptaanNya dan bahkan mengancam agar ciptaannya tunduk. Ini adalah tanda kalau kekuasaanNya telah lenyap dan kita, ciptaan Tuhan, tidak lebih baik daripada budak. Tuhan dikatakan memiliki kekuasaan besar karena telah menciptakan alam semesta dimana mahluk diciptakan dengan nafsu di dalamnya dan ia akan menghukum mahluk ini karena menuruti hawa nafsunya dan tidak meminta ampunan.
Maha kuasa atau tidak, tuhan manapun yang memilih mengatur mahluk yang ia ciptakan dengan cara demikian adalah tidak adil karena Dialah yang menciptakan mahluk dengan sifat demikian.

2. Tuhan yang mengatur moral manusia

Setelah keberatan di atas, apa yang memberi tuhan kekuasaan (kecuali kekuatan fisik) untuk menentukan apa yang benar dan apa yang salah bagi ciptaanNya? Tuhan mana yang mengatakan tindakan a, b, dan c itu salah dan harus dihukum dan tindakan x, y, dan z itu baik dan harus diberi hadiah?
Etika bersifat relatif. Kita tahu apa yang benar dan salah untuk diri kita, sejauh kita konsisten. Ada dua aksioma dasar etika: jangan perlakukan sesuatu kepada orang lain bila engkau tidak ingin diperlakukan demikian oleh orang lain, dan hanya lakukan apa yang engkau ingin agar orang lain lakukan pula kepadamu. Bahkan sebuah kekuatan yang lebih kuat dapat menghukum kita atas melakukan sesuatu yang ia tidak sukai, tidak ada landasan moral, etis atau logis untuk membalasnya.
Maka dengan ini, tidak hanya ateis keberatan kalau tuhan itu lebih berkuasa dari dirinya sendiri dan berarti meminta ketaatan ateis, namun ateis juga melihat kalau kekuatan (termasuk ciptaan ateis sendiri) tidak menjamin superioritas apapun atas seorang ateis pada tingkat etika.

3. Tuhan yang maha bertanggung jawab

Ini mengikuti keberatan moralitas di atas. Percaya kalau seseorang selain anda dapat menentukan apa yang benar dan salah bagi anda mendorong konformitas dan hilangnya tanggung jawab atas tindakan sendiri. Pertimbangkan konsep “pengampunan atas dosa seseorang”, dimana segala kesalahan telah lenyap dan anda mulai dari nol, keadaan suci/fitri, saat anda melakukan ritual tertentu, seperti puasa, atau memasuki agama tertentu, seperti kristen. Bagaimana ini dapat mendorong tanggung jawab pribadi atas tindakan seseorang? Bagaimana ini mendorong berpikir sendiri, menentukan cara yang sulit apakah itu benar atau salah, ketimbang sekedar melakukan apa yang disuapkan kepada anda?
Inilah mengapa Nietzche mengatakan “tuhan telah mati”, ia tidak bergembira namun bersedih atas fakta ini. Dengan kata lain, ada masa dimana konsep tuhan dapat bagus dalam menjaga manusia dalam jalurnya, namun saat ini, karena sebagian besar manusia mengikuti standar ganda, adalah lebih mudah membuang tanggung jawab dengan memakai tuhan sebagai alasannya.

4. Tuhan yang maha pengasih

Anggaplah kalau tuhan sebenarnya adil. Bila ini kasusnya, tuhan demikian paling tidak apatis, membuat segala kejahatan di dunia ini terjadi sementara ia tidak berbuat apa-apa untuk menghentikannya (kecuali tuhan memperoleh kesenangan dengan melihat penderitaan umat manusia, dimana dalam hal ini berarti tuhan itu kejam). Ini bukan hal buruk, namun menggambarkan kalau relevansi keberadaan tuhan dalam hidup kita mendekati nol dan tidak ada alasan untuk mempercayainya.

5. Tuhan yang maha mengetahui

Pada dasarnya keberatan ini sama dengan keberatan moral, tapi berlaku pada tingkat mendasar, pada kenyataan itu sendiri. Ini adalah penjelasan paling baik hati untuk keberadaan tuhan yang dapat kami berikan. Dalam penjelasan ini, tuhan tidak juga apatis atau tidak adil, tapi menciptakan alam semesta yang ia tidak mampu kendalikan.
Walau pengetahuan kita sangat sedikit dan apa yang kita tidak tahu itu tak terbatas, sains telah menunjukkan sesuatu yang jelas: pada tingkat kuantum, alam semesta ini non deterministik/acak. Ini adalah kesimpulan yang muncul bukan karena teori kuantum, namun dari fakta kuantum, yaitu, apa yang kita amati falam perilaku partikel kuantum. Dengan kata lain, bahkan kalau tuhan ada, tuhan telah menciptakan alam semesta yang tidak memiliki kendali deterministik. Einstein adalah salah seorang yang menolak gagasan ini dengan mengatakan tuhan tidak bermain dadu, walau ia adalah salah seorang yang menyumbangkan banyak ide yang membawa pada kesimpulan ini. Namun ada akhirnya Einstein salah dan tuhan memang bermain dadu.

Salah satu keberatan pada argumen di atas adalah itu tidak berlaku untuk tuhan, dan/atau kalau ada kenyataan deterministik yang kita belum ketahui. Sebagai contoh, bisa jadi kalau alam semesta adalah simulasi komputer besar dimana tuhan memasok keaakan pada kita lewat barisan acak yang tidak ditentukan (ditentukan, katakaanlah, oleh sumber alami keacakan dalam lingkungan tuhan dan disimpan pada alat tertentu). Bahkan bila ini kasusnya, masih menunjukkan kalau tuhan tidak punya kendali atas bilangan yang muncul. Tuhan akan tahu apa bilangan selanjutnya, tapi tidak mampu mempengaruhi perilaku partikel yang merupakan fungsi acak. Bila tuhan mempengaruhinya dengan mengganti barisan acak untuk menunjukkan kehendakNya, manusia tidak akan memandangnya sebagai accak. Jadi, bahkan kalau ada kenyataan deterministik dibalik dunia kuantum, determinisme pada tingkat kuantum adalah mustahil, bahkan untuk tuhan.

6. Tuhan yang maha mengendalikan

Keberatan mekanika kuantum di atas juga dapat dinyakatan sebagai keberatan kehendak bebas, didalamnya bila anda menganggap kalau kita punya kehendak bebas, maka Tuhan menciptakan alam semesta dimana ia tidak dapat mengendalikan perilaku manusia (perlu di ingat kalau kita tidak perlu menganggap partikel kuantum itu non deterministik dalam perilakunya). Tanpa melihat bagaimana pandangan kita, kesimpulan yang tak terelakkan adalah tidak ada alasan untuk percaya pada keberadaan atau relevansi Tuhan demikian. Tidak masalah lagipula.

7. Tuhan yang Maha misterius

Berkali-kali saat tipe keberatan ini diangkat, teis akan mengatakan kalau pikiran kita tidak akan mampu memahami tindakan tuhan yang maha kuasa; dengan kata lain, kita seperti semut yang ingin memahami perilaku manusia. Dalam peristiwa ini, Ateis berpendapat kalau bagi tuhan, kita juga seperti semut dengan manusia. Saat semut datang ke rumah kita, mereka dapat berdoa kepada saya sepanjang hari, tapi adik saya membunuh mereka secara acak tanpa perduli apakah semut itu baik atau jahat. Yang akan menjelaskan kenapa manusia "dihabisi" berkali-kali tanpa alasan yang jelas.

8. Tuhan yang Maha Pencipta

Yang ini sangat sederhana: siapa atau apa yang menciptakan Tuhan?

9. Tuhan yang Mesti disembah

Dengan anggapan kalau tuhan itu ada, sangat antroposentris dan mengganggu kalau memikirkan adanya tuhan maha kuasa menciptakan manusia agar manusia dapat menyembah dan memuliakanNya. Faktanya, ini benar-benar menunjukkan kegalauan manusia. Keberadaan manusia mungkin tanpa tujuan dan acak, dengan bakteri sebagai organisme pusat ketertarikan Tuhan, namun ssebagian besar manusia tidak akan senang dengan itu. Bahkan lebih jelasnya, konsep tuhan tidak akan ada bila manusia tidak ada, jadi tuhan adalah ciptaan antroposentris manusia (dengan diciptakan sesuai gambaran kita).

10. Tuhan yang Maha Abadi

Bila ada tuhan yang maha kuasa dan maha abadi, kenapa tuhan demikian perlu menciptakan sesuatu? Kesenangan? Kebosanan? Ketidak amanan? Ini akan mencerminkan kejiwaan aneh dari Tuhan. [http://ateisindonesia.wikidot.com/tuhan]

------------------------------------------------------------------------



Secara Filsafat Tuhan merupakan Proses panjang mulai dari Politheisme, Monotheisme, Monisme atau Panthesime [S. RadhaKrishnan]. Sedangkan Tuhan menurut Upanisad Bukanlah Tuhan Perang, bukan pula Tuhan Langit (Sky God) atau juga bukan Tuhan Para petani dan Peternak. Sesungguhnya tidak ada Tuhan dengan predikat khusus (Tuhan Hujan dan Air, Tuhan Perang, Tuhan Penghukum apalagi suka marah).

Tuhan? Siapakah Dia?
Dibukit Sinai Tuhan muncul dalam bentuk Api dan berkata," Ehyeh-Ashar-Ehyeh" atau dalam Bahasa Inggris bisa menjadi," I am Who I am" (Aku adalah Aku). Namun Jack Miles berkata, Kata Hwh dari ehyeh lebih tepat menjadi "Becaming" sehingga menjadi Aku adalah menjadi apa yang Aku lakukan. sedangkan Karen Amstrong mngatakan Tuhan sebagai Aku yang memenuhi diriNya Sendiri.

"Tuhan itu berproses",kata Filsuf Inggris Alfred North Whitehead (1861-1947) pandangan ini kemudian dikenal sebagai "Filsafat Proses". Tuhan mencakup dua hal sekaligus Awal (the promordial nature of God) dan Akhir (the consquent nature of God). Tuhan adalah Penyusun Pondasi yang paling dasar Jagat raya dan sekaligus sebagai pengawas, perubahan, Penyelamat, Akhir. Namun berbeda dengan AN Whitehead yang mengatakan Tuhan berproses, S RadhaKrishnan justru berpendapat " Bukan Tuhan yang berproses tetapi Pemikiran manusia atas Tuhan yang terus berkembang".

Penekun Spiritualitas Ketuhanan enggan mendifinisikan Tuhan karena hal itu dianggap sebagai tindakan yang "memenjarakan" Tuhan. Tuhan Maha tak Terbatas (Indifinte). Svami Rama Tirtha [Yogi Hindu] berkata,"God defined is God confined" (Tuhan yang terdifinsi adalah Tuhan yang terpenjara) Difinisi akan membekukan proses.

Plotinus (205-270) Hakikat kenyataan terakhir (the ultimite reality) adalah satu kesatuan awal atau pertama [primal unity], yang disebut satu. yang satu ini adalah kesederhanaan yang tak dapat dibantah, tanpa nama, segalanya dan bukan apapun (it is Everything and Nothing). IA bukan apapun namun segalanya.

Gregory dari Nyisa (seorang Pastor dari Gereja Orthodoks) mengatakan, Konsep Tuhan hanyalah Simulacrum, satu kemiripan palsu, Berhala; tidak dapat mengungkap Tuhan secara utuh.

Tuhan menempati wilayah Metafisika, atau metafisika Khusus. Tepatnya wilayah Agama. Tuhan adalah sesuatu yang terbandingkan dengan apapun. Tuhan berada diluar wilayah pengalaman Empiris. Upanisad menjelaskan ," Tuhan sebagai sesuatu yang tidak dapat dipahami dengan ucapan, pikiran, penglihatan ataupun dengan pemahaman apapun". Patanjali mengatakan," Suatu Objek akan berbeda jika dipikirkan oleh orang yang berbeda dengan pikiran berbeda". Tuhan didalam diriNya sendiri tak dapat terjangkau pikiran, manusia mendifinisikanNya untuk memudahkan Manusia sendiri.

Dalam Hinduisme Tuhan adalah Brahman [ tumbuh, ekspansi, Jiwa yang meresapi segalanya, yang mutlak, diluar sifat-sifat, asal dan penunjang semesta, Tuhan sebagai Pencipta, Pemelihara dan Pelebur].

Zimmer berpadangan bahwa Brahman adalah DenganNya kita Hidup dan Bertindak, sifat spontanitas mendasar kita.





Tidak ada komentar: